Hamdan shalatan wa salaman
Awal semester genap 2021-2022 ini sebenarnya cukup memberikan aura optimistis untuk perkuliahan secara luring/offline. Melalui edaran awal tahun 2022, kampus memberikan sinyal perkuliahan dilakukan secara tatap muka di kelas untuk semua semester/Angkatan mahasiswa. Persiapan fakultas dan prodi juga sudah dimulai melalui inspeksi ruang kelas, kelayakan dan kelengkapan termasuk sarana protokol kesehatan. Di beberapa kota besar juga diterima kabar bila perkuliahan offline telah dimulai menandai era post normal sepertinya sudah siap dan familiar untuk dilakukan dalam pembelajaran.
Namun seiring berkembangnya isu-isu covid-19 baru, merebaknya omicron di tengah makin normalnya aktifitas masyarakat, kehidupan pelajar dan mahasiswa justru makin terancam kenormalannya yang baru saja dimulai awal tahun ini. Geliat kehidupan sekolah dan kampus makin dibatasi dan pada akhirnya menimbulkan dilema tersendiri bagi para guru, dosen, siswa, mahasiswa, dan juga para orang tua. Beberapa sekolah membatasi Pembelajaran Tatap Muka (PTM) melalui pemberlakuan 50% peserta didik hingga memindah menjadi daring/online. Termasuk edaran kampus IAIN Kediri yang kemudian membatasi PTM hanya untuk mahasiswa semester 4 dengan pengaturan 50% kapasitas ruangan, yang hal ini berarti separuh kelas offline dan sisanya online. Bahkan mereka yang hadir di kampus dibatasi maksimal 3 jam dengan menerapkan protokol Kesehatan 5 M.
Nah ini yang perlu diperhatikan, bagaimana protokol perkuliahan post normal dijalankan namun tetap dapat melaksanakan pembelajaran secara proporsional dan maksimal. Inti dari pesan edaran kampus adalah melaksanakan protokol kesehatan melalui 5 M untuk mencegah penularan apabila ada diantara pembelajar yang terindikasi terinfeksi covid-19 varian omicron. Maka yang paling penting adalah bermasker dan menjaga jarak. Pembatasan 50% kapasitas ruangan tidak secara mutlak dimaknai membagi 2 kelompok dalam satu kelas, antara offline dan online. Karena apabila ini dilakukan akan cukup merepotkan dimana PTM dilakukan secara bersamaan antara yang hadir di kelas secara langsung dan yang melalui PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh).
Maka upaya pembatasan 50% kapasitas ruangan dapat dilakukan dengan memanfaatkan ruang kelas besar saja yang digunakan untuk dapat menampung secara maksimal jumlah mahasiswa dalam satu kelas. Pembatasan 50% tetap dilakukan dengan tidak membagi satu kelas belajar secara offline dan separuhnya online, namun dapat dilakukan dengan memasukkan kelas tertentu (secara penuh jumlah mahasiswanya) di pekan ke 1, kelas tertentu lainnya di pekan ke 2, dan seterusnya. Tentu sekali lagi ini dengan mempertimbangkan luas ruangan kelas yang digunakan. Dan mengingat jumlah mahasiswa PBA ada yang jumlahnya dalam suatu kelas kecil, maka ketika semuanya diminta hadir offline hal ini dapat saja dilakukan.
Apapun yang dilakukan di awal perkuliahan semester genap ini, merupakan ijtihad kita semua, pengelola, para dosen dan juga mahasiswa yang apabila kurang tepat tetaplah mendapatkan pahala. Dan bahwa kaidah menyebutkan, mâ lâ yudraku kulluh lâ yutraku kulluh, kalau tidak bisa sempurna maka bolehlah diikhtiarkan sebisanya, asal jangan ditinggalkan. Bersama kita bisa, sinergi pengelola, dosen, dan mahasiswa mutlak perlu dijaga. Nikmati yang ada sembari berikhtiar tanpa Lelah, baydh al-yaum khairun min dajjâjah al-ghad. Selamat berjihad fî sabîlillâh, semoga sehat semuanya, dan segera disirnakan wabah yang ada, wallah a’lam. (shol)